Sejarah Internet di Indonesia
Sejarah internet Indonesia dimulai pada awal tahun 1990-an. Saat
itu jaringan internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network,
dimana semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong royong sangat hangat dan
terasa diantara para pelakunya. Agak berbeda dengan suasana Internet Indonesia
pada perkembangannya kemudian yang terasa lebih komersial dan individual di
sebagian aktivitasnya, terutama yang melibatkan perdagangan Internet. Sejak
1988, ada pengguna awal Internet di Indonesia yang memanfaatkan CIX (Inggris) dan Compuserve (AS) untuk mengakses
internet. (Speedy, 2010)
Berdasarkan catatan whois ARIN dan APNIC, protokol Internet (IP)
pertama dari Indonesia, UI-NETLAB (192.41.206/24) didaftarkan oleh Universitas
Indonesia pada 24 Juni 1988. RMS Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan,
Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto, dan Onno W. Purbo merupakan beberapa nama-nama legendaris di
awal pembangunan Internet Indonesia di tahun 1992hingga 1994. Masing-masing personal
telah mengontribusikan keahlian dan dedikasinya dalam membangun
cuplikan-cuplikan sejarah jaringan komputer di Indonesia.
Tulisan-tulisan tentang keberadaan jaringan Internet di
Indonesia dapat dilihat di beberapa artikel di media cetak seperti KOMPAS berjudul “Jaringan
komputer biaya murah menggunakan radio” di bulan November 1990. Juga beberapa artikel
pendek di Majalah Elektron Himpunan Mahasiswa
Elektro ITB di tahun 1989.
Internet Service Provider di Indonesia
Di sekitar tahun 1994 mulai beroperasi IndoNet yang dipimpin oleh Sanjaya. IndoNet merupakan ISP komersial pertama Indonesia.
Pada waktu itu pihak POSTEL belum mengetahui tentang
celah-celah bisnis Internet & masih sedikit sekali pengguna Internet di
Indonesia. Sambungan awal ke Internet dilakukan menggunakan dial-up oleh IndoNet, sebuah langkah yang cukup nekat barangkali.
Lokasi IndoNetmasih di daerah Rawamangun di kompleks dosen
UI, kebetulan ayah Sanjaya adalah dosen UI. Akses awal di IndoNet mula-mula memakai mode teks dengan shell
account, browser lynx dan email client pine pada server AIX.
Mulai 1995 beberapa BBS di Indonesia seperti
Clarissa menyediakan jasa akses Telnet ke luar negeri. Dengan memakai remote
browser Lynx di AS, maka pemakai Internet di Indonesia bisa akses Internet
(HTTP).
Perkembangan terakhir yang perlu diperhitungkan adalah trend ke
arah e-commerce dan warung internet yang satu & lainnya saling menunjang
membuahkan masyarakat Indonesia yang lebih solid di dunia informasi.
Rekan-rekan e-commerce membangun komunitasnya di beberapa mailing list utama
seperti warta-e-commerce@egroups.com, mastel-e-commerce@egroups.com,
e-commerce@itb.ac.id & i2bc@egroups.com.
Mailing List
Sekitar 1987-1988, sekelompok mahasiswa Indonesia di Berkeley, Amerika Serikat,
membentuk mailing list (milis) yang pertama, dengan alamat indonesians@janus.berkeley.edu.
Dengan fasilitas milis ini, akhirnya Persatuan Komunitas Pelajar dan Mahasiswa
Indonesia di luar negeri terbentuk.
Pada 1995-1997, dua buah komputer Pentium II di ITB, sumbangan
dari Alumni ITB, menjadi awal mula pembentukan komunitas maya yang menggunakan milis di Indonesia
sehingga mencapai jumlah ratusan mailing list.
Akhirnya, TelkomNet membuat plasagroups.com, sebuah server
besar untuk menampung forum-forum ini. Penggunaan milis ini bisa digunakan
dengan gratis. Dengan menggunakan
server dalam negeri, dapat menjadi alternatif penghematan trafik bandwith ke
luar negeri.
Warung Internet
Pada Juli 1995, PT BoNet Utama, ISP swasta kedua setelah Indonet
Jakarta, membuat warnet di dekat kantornya yang
diperuntukkan bagi turis-turis yang sedang berkunjung ke Kebun Raya Bogor.
Kemudian, pada 1997-1998, mulailah bermunculan kios-kios yang
menyediakan banyak komputer untuk disewakan guna mengakses
internet. Istilah warung internet, disingkat warnet, kemudian banyak dipakai
dan berkembang di antara para pengguna aktif internet di Indonesia pada masa
itu.
Keberadaan warnet-warnet ini sangat berpengaruh memasyarakatkan
internet di Indonesia. Makin banyaknya warnet yang didirikan di setiap sudut
kota, membuktikan apresiasi masyarakat Indonesia terhadap internet
semakin tinggi.
Internet tidak lagi dinikmati oleh para akademisi atau level
perusahaan saja, tetapi semakin merata ke berbagai lapisan masyarakat. (Ahira)